Wednesday, September 28, 2011

Sepakat Revisi Perda RTRW, “Ini Bukan Pertemuan Tertutup, dan Pertemuan Gelap"

Kamis, 28 September 2011, 07:59

MANGUPURA - Para bupati dan walikota se-Bali lagi-lagi membuat ‘gebrakan’ terhadap Peraturan Daerah (Perda) Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP). Bahkan para bupati secara tegas menyatakan sepakat perda tersebut harus direvisi.

Rabu (28/9) kemarin, bupati dan walikota se-Bali ini menggelar pertemuan di Kantor Bupati Badung Pusat Pemerintahan (Puspem), Sempidi, Mengwi. Pada pertemuan tersebut, hadir langsung bupati dan wakil bupati/wakil wali kota dari masing-masing kabupaten/kota se-Bali. Hanya Bupati dan Wakil Bupati Buleleng yang tidak hadir dan hanya diwakilkan Asisten III Sekda Buleleng, Ketut Derestika.

Pembahasan kemarin juga mendatangkan pejabat dari pemerintah pusat yaitu Kepala Biro Hukum Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) Prof Dr Zudan Arif Fakrulloh, SH, MH yang memaparkan tentang perubahan Perda Tata Ruang. Dalam pertemuan itu, para bupati ‘mengadukan’ masalah dan kondisi masing-
masing daerah dikaitkan dengan diterapkan Perda RTRW-P Bali, terutama mengenai peruntukan bangunan, zonasi hingga kawasan suci.

Usai pertemuan, Bupati Badung AA Gde Agung, didampingi para bupati lain seperti Bupati Gianyar Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace, Bupati Karangasem Wayan Geredeg, Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti, Wakil Walikota Denpasar IGN Jaya Negara, dan Bupati Jembrana Putu Artha menegaskan, pertemuan tersebut bukan pertemuan tertutup, melainkan pertemuan resmi. Selain itu, dia menegaskan pertemuan kemarin bukan pertemuan tandingan.

“Ini bukan pertemuan tertutup, dan pertemuan gelap meskipun tadi sempat lampu padam. Pertemuan ini merupakan pertemuan resmi. Sesuai dengan pertemuan, kita para bupati dan walikota se-Bali sepakat revisi dan sesuai dengan aturan yang berlaku,” ujar Gde Agung, dengan nada semangat.

Dijelaskannya, alasan sepakat revisi perda ini sudah sesuai aturan yang berlaku, seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, terutama pasal 82 memuat tentang persyaratan revisi atau peninjauan kembali Perda Tata Ruang. Ditegaskan, pasal tersebut memuat bahwa revisi bisa dilakukan sebelum lima tahun atau sesudah lima tahun, asalkan memenuhi persyaratan. Yaitu persyaratan fisik terjadinya bencana alam, secara yuridis adanya kebijakan pusat, Undang-Undang yang tidak terakomodasi, dan asas hukum yang bertentangan. Selain itu, ada peraturan terbaru, Peraturan Presiden (Perpres) tentang Perubahan Tata Ruang Kota Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan (Sarbagita).

Revisi ini, kata dia, karena dalam Perda RTRW-P Bali belum mengakomodir kesepakatan bupati/walikota se-Bali pada tahun 2009 lalu. Disebutkannya ada beberapa pasal yang harus direvisi. Juga soal belum dimuatnya penanggungjawab ganti rugi akibat eksekusi penertiban pelanggaran Perda RTRW-P. “Kesepakatan bersama yang masuk ke Perda ternyata belum diakomodir. Kesepakatan tahun 2009 lalu sebelum Perda RTRWP ditetapkan,” tambah Gde Agung tanpa menjelaskan secara rinci subtansi kesepakatan antar bupati dan walikota se-Bali ini.

Bupati Gianyar, Cok Ace sedikit memberikan penjelasan beberapa subtansi dari kesepakatan tersebut. Diantaranya, mengenai peruntukan wilayah dan sempadan sungai maupun sempadan pantai. Dicontohkan di Gianyar, lebih banyak bangunan berada di daerah aliran sungai (DAS) yang tidak mungkin dibongkar lagi. Apalagi kondisi demografi dan geografi wilayah Gianyar berbeda dengan daerah lain.

Hal senada dikatakan Bupati Karangasem Wayan Geredeg. Menurutnya, permasalahan kawasan suci sudah perlu diperdebatkan dan dikembali pada masing-masing kearifan lokal. Selain itu juga tidak bisa disamakan jarak atau radius kesucian masing-masing daerah. Dicontohkan, radius kawasan suci Pura Uluwatu Pecatu, Badung dengan Pura Besakih, dan Lempuyang, Karangasem.

Pada akhir rapat kemarin disimpulkan peraturan dibuat untuk memudahkan dalam melaksanakan pekerjaan dan tugas serta mampu mensejahterakan masyarakat. Juga menyebutkan tentang kriteria perda yang baik yang meliputi, politik hukum, taat asas tidak boleh bersifat retro aktif, menyelesaikan masalah dan menjawab kebutuhan. “Kita sampaikan juga Perda RTRWP bersifat arahan atau umum, sedangkan untuk mengatur secara proporsional di masing-masing kabupaten kota. Secara teknis nanti akan dibahas secara detail oleh masing-masing Bappeda. Kita juga sepakat siap hadir dan bertemu dengan Pansus (RTRW DPRD Bali),” tegas Gde Agung.

sumber : NusaBali

No comments:

Post a Comment