Senin, 3 Oktober 2011, 04:19
DENPASAR - DPRD Bali terus berupaya menindaklanjuti kasus dugaan buron kuruptor BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) Joko Soegiarto Tjandra bangun hotel mewah di kawasan Pantai Geger, Desa Peminge, Kecamatan Kuta Selatan, Badung. Bahkan, Dewan layangkan surat ke KPK. Sementara, pihak Desa Adat Peminge sempat diimingi dapat jatah 30 persen karyawan di Hotel Mulia.
Surat Dewan ke KPK itu rencananya akan dilayangkan melalui Pansus Penyempurnaan RTRW DPRD Bali, Senin (3/10) ini. Dalam surat yang dikirimkan ke KPK tersebut, disertai laporan hasil sidak dan temuan Dewan ke lokasi proyek hotel yang dibangun buron koruptor BLBI.
Menurut Ketua Pansus Penyempurnaan RTRW DPRD Bali, Wayan Disel Astawa, kasus ini dibawa ke KPK, karena seorang buronan internasional bisa membangun hotel mewah di Bali, di mana izinnya bisa lolos.
“Besok (hari ini) kita akan bersurat ke KPK. Soalnya, dari data yang kita temukan, bukan saja terjadi pelanggaran lingkungan dan kawasan suci sesuai Perda RTRW Bali Nomor 16 Tahun 2009, tetapi juga terkait dengan indikasi tindak pidana. Soal indikasi tindak pidana itu kita serahkan ke Komisi I DPRD Bali. Kita di Pansus RTRW menyikapi pelanggaran Perda-nya,” ujar Disel Astawa, Minggu (2/10). Selain bersurat ke
KPK, menurut Disel Astawa, pihaknya juga membawa kasus buron BLBI bangun hotel mewah di Bali ini ke Satgas Anti Mafia Hukum, Mabes Polri, dan Mendagri. “Ini kasus nasional,” tegas politisi PDIP Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Badung ini.
KPK, menurut Disel Astawa, pihaknya juga membawa kasus buron BLBI bangun hotel mewah di Bali ini ke Satgas Anti Mafia Hukum, Mabes Polri, dan Mendagri. “Ini kasus nasional,” tegas politisi PDIP Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan, Badung ini.
Dipaparkan Disel Astawa, pihaknya melihat ada keganjilan dalam penerbitan dan penetapan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk pihak PT Mulia Graha Tata Lestari---perusahaan yang menangani proyek hotel. Data yang ditemukan Dewan, ada temuan peralihan izin dari Joko Tjandra ke Viady Sutojo.
“Itu artinya, pemilik proyek sebelumnya adalah Joko Tjandra. Di dalamnya jelas, peralihan dari Joko Tjandra ke Viady Sutojo. Itu jejak yang tidak bisa ditinggalkan,” tandas Disel Astawa yang juga mantan Cawabup Badung dari PDIP di Pilkada 2010. Selain Dewan, Pemprov Bali juga mengambill langkah-langkah pasca temuan buron koruptor BLBI bangun hotel mewah di Badung. Pemprov Bali menurunkan tim Badan Lingkungan Hidup dan Satpol PP. Menurut Kepala Satpol PP Pemprov Bali, Jaya Suartama, pihaknya sudah meminta para staf melakukan pengecekan di lapangan. “Kita tunggu analisa dan laporan tim di lapangan. Saya sudah minta anak-anak turun ke lapangan,” ujar Jaya Suartama secara terpisah di Denpasar, Minggu kemarin.
Kenapa tidak lansung dilakukan penindakan, mengingat sudah ada temuan Dewan? Menurut Jaya Suartama, hal itu ada prosedurnya, di mana Satpol PP Kabupaten yang bergerak terlebih dulu. Satpol PP Pemprov Bali bertindak ketika ranah ini dibawa ke kancah hukum nasional. Artinya, secara nasional ada pelanggaran Undang-undang di balik pembangunan hotel. Jaya Suartama menyatakan, kalau melihat pemberitaan di media, yang tersentuh adalah masalah lingkungan dan tata ruang Sementara itu, proses pembangunan Hotel Mulia di kawasan Pantai Geger, Desa Peminge ini berlangsung dengan sederet iming-iming dari pihak pengelola kepada masyarakat sekitar. Dalam hal ini, Desa Adat Peminge sebagai penyanding dijanjikan akan diberikan bantuan-bantuan soal rekrutmen tenaga kerja, perbaikan pura, perbaikan jalan, hingga lahan parkir. Khusus untuk tenaga kerja, pihak Desa Peminge dijanjikan akan dapat jatah 25-30 persen dari total karyawan di hotel mewah ini.
“Untuk tenaga kerja, dijanjikan akan direalisasikan setelah proyek hotel jalan. Sekitar 25-30 persen dari karyawan hotel akan dijatah untuk warga Desa Peminge. Tapi, ini belum ada kepastian, mudah-mudahan dijalankan,” ungkap Bendesa Adat Peminge, I Wayan Lemes, Minggu kemarin.
Bukan hanya itu. Menurut Wayan Lemes, sejumlah sarana umum di Desa Peminge juga dijanjikan akan diperbaiki. Misalnya, penataan dan perbaikan jalan desa dengan paving sepanjang 150 meter. Juga, area parkir di sebelah pura dengan luas 20-30 are, serta penataan bangunan fisik areal di sekitar setra (kuburan) yang berlokasi di sebelah utara proyek hotel. “Semua perjanjian ini ada hitam di atas putihnya, lengkap dengan akte dan tandatangan notaris. Prajuru desa adat termasuk saya, juga ikut teken. Jadi, kalau ada apa-apa nanti lebih mudah mengurus,” jelas Wayan Lemes.
Perjanjian tersebut, lanjut dia, dimasukkan pada izin penyanding. Perjanjian itu berlangsung sejak dimulainya proyek hotel, sekitar 3 bulan lalu. Menurut Wayan Lemes, penggarapan proyek hotel mewah ini sudah mulai dikomunikasikan dengan Desa Adat Peminge sejak tahun 1991 lalu. Saat itu, lahan yang akan dibangun proyek seluas 75 are dan 1,1 hektare, sedangkan realisasinya sekarang mencapai 90,2 are. Ketika disinggung mengenai nama Joko Tjandra sebagai pemilik awal proyek hotel mewahi ini, Wayan Lemes mengaku tidak tahu. Pasalnya, dia baru diangkat jadi Bendesa Adat Peminge tahun 2007 lalu. Menurut Wayan Lemes, semua yang ditandatanganinya terkait Hotel Mulia ini adalah bersama Viady Sutojo.
“Kalau dulu, saya tidak tahu, karena saat itu saya bukan bendesa adat. Kalau yang sekarang (perjanjian), memang Pak Viady yang menandatangani, bukan Pak Joko Tjandra. Saya sendiri diangkat jadi bendesa adat tahun 2007 lalu,” katanya. Yang jelas, menurut Wayan Lemes, proyek hotel yang diduga milik buron koruptor BLBI ini masih menyewa lahan milik Desa Adat Peminge, tepatnya seluas 90,2 are di bibir Pantai Geger. Tanah adat tersebut sebelumnya ditempati para petani rumput laut, dengan 40-50 unit gubuknya. Dengan proyek hotel ini, aktivitas petani rumput laut sekarang praktis tergusur.
“Para petani rumput laut sementara ini memang belum diajak komunikasi. Tapi, persiapan sudah ada, yaitu dengan menempatkan mereka di atas lahan seluar sekian are di tempat lain. Nanti kalau semua sudah sinkron, barulah dikomunikasikan” tandas Wayan Lemes.
sumber : NusaBali
No comments:
Post a Comment