Selasa, 4 Oktober 2011, 08:09
DENPASAR - Kasus buron koruptor BLBI Joko Soegiarto Tjandra membangun hotel mewah di kawasan Pantai Geger, Desa Adat Peminge, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, akhirnya bergulir di sidang paripurna DPRD Bali, Senin (3/10). Dewan pun diminta panggil Bupati Badung AA Gde Agung terkait kasus ini.
Sidang paripurna DPRD Bali di Gedung Dewan, Niti Mandala Denpasar, Senin kemarin, sejatinya untuk agenda penandatanganan dan penyerahkan APBD Perubahan 2011. Namun, dalam sidang paripurna ini, sejumlah anggota Dewan melakukan interupsi, yang intinya meminta Bupati Gde Agung segera dipanggil untuk memperjelas persoalan kasus proyek Hotel Mulia di Pantai Geger yang diduga milik Joko Tjandra.
Hujan interupsi terjadi seusai Gubernur Made Mangku Pastika menyampaikan pidato di hadapan sidang paripurna yang dihadiri Ketua DPRD Bali Anak Agung Ngurah Oka Ratmadi alias Cok Rat, Wakil Ketua Dewan Ketut Suwandhi, Wakil Ketua Dewan I Gusti Bagus Alit Putra, dan Wakil Ketua Dewan Ida Bagus
Ketut Sukarta.
Ketut Sukarta.
Adalah Ketua Komisi I DPRD Bali Made Arjaya yang mengawali interupsi soal penuntasan kasus hotel mewah milik buron koruptor BLBI ini. Di hadapan sidang paripurna yang juga dihadiri sejumlah pejabat SKPD lingkungan Pemprov Bali itu, Arjaya menyampaikan persoalan proyek Hotel Mulia di bawah bendera PT Mulia Graha Tata Lestari.
Arjaya meminta Gubernur dan Pimpinan Dewan supaya melakukan atensi dan menseriusi persoalan ini. Apalagi, kasus lolosnya perizinan bangun hotel milik buron koruptor BLBI ini telah membuat masyarakat bertanya-tanya soal sistem pemerintahan dan kewenangan di Bali. Masalahnya, kata Arjaya, dalam perizinan yang diperoleh PT Mulia Graha Tata Lestari ada memorandum kesepakatan mengelola pantai berikut perairan dari pihak perusahaan.
“Padahal, pantai dan perairan adalah milik umum dan dikuasai negara. Siapa pun tidak boleh memiliki pantai dan perairan secara pribadi, termasuk mengelolanya,” tegas politisi militan PDIP asal Sanur, Denpasar Selatan ini.
Arjaya memaparkan, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) milik Joko Tjandra yang diproses tahun 1997 itu kemudian bisa dibalik nama ke Viady Sutojo. Menurut Arjaya, UU Nomor 34 tentang Bangunan tidak boleh ada izin membangun yang dibalik nama. Demikian juga soal Amdal (analisa mengenai dampak lingkungan), seharusnya mengacu dengan UU Tata Ruang dan Lingkungan.
“Kami ingin tahu, apakah dalam bentang tebing dan sempadan pantai ini tidak seharusnya memerlukan rekomendasi Pemprov atau Gubernur? Kita mengacu pada UU Nomor 23 tentang Amdal,” ujar Arjaya seraya mengharapkan ada keadilan bagi masyarakat.
Belum selesai Arjaya bicara, muncul interupsi dari Ketua Komisi IV DPRD Bali, Nyoman Parta. Wakil Ketua Dewan Suwandhi selaku pimpinan sidang pun sempat berupaya mematahkan interupsi ini, dengan alasan kasus buron koruptor BLBI bangun hotel di Bali nantinya akan dibahas di internal Dewan seusai sidang paripurna. Namun, Nyoman Parta tetap ngotot dan teriak-teriak.
Akhirnya, Parta lolos juga berbicara mengenai kasus ini. Politisi PDIP asal Desa Guwang, Kecamatan Sukawati, Gianyar ini langsung menusuk ke substansi agar kasus Hotel Mulia milik Joko Tjandra dibawa ke Dewan dan dibahas dalam rapat gabungan, dengan menghadirkan Bupati Badung Gde Agung dan jajarannya. “Lebih baik, Pimpinan Dewan dan Gubernur panggil saja Bupati Badung Gde Agung ke Dewan,” tegas Parta.
Gerakan DPRD Bali untuk menuntaskan persoalan proyek hotel milik buron koruptor BLBI ini juga mendapat dukungan dari kalangan LSM. Bahkan, kalangan LSM siap bergerak bersama-sama dengan Ormas untuk menyikapi kasus proyek hotel yang dituding mengarah ke tindak pidana ini.
Pentolan LSM yang datang kje Gedung Dewan untuk menyampaikan aspirasi terkait proyek hotel di Pantai Geger ini, Senin kemarin, adalah dari Yayasan Gunandjar. Mereka datang bersama Ketua DPD KNPI Bali, Komang Gede Antaguna, dan diterima oleh Ketua Komisi I DPRD Bali Made Arjaya dan Ketua Pansus Penyempurnaan RTRW DPRD Bali Wayan Disel Astawa. Dari situ, mereka sepakat melakukan gerakan ‘bongkar habis-habisan kasus buron BLBI bangun hotel mewah di Bali’.
Sementara itu, Bupati Badung AA Gde Agung menyatakan siap dipanggil DPRD Bali terkait proyek hotel mewah di Pantai Geger, yang diduga milik Joko Tjandra. Bahkan, Bupati Gde Agung tak memasalahkan kasus ini dibawa ke KPK dan Satgas Anti Mafia Hukum, sebagaimana disampaikan DPRD Bali.
“Saya sampaikan, saya sudah siap. Saya menghormati hukum saja, saya mengikuti proses hukum saja. Tapi, sampai sekarang saya belum terima surat panggilan itu,” tandas Bupati Gde Agung ditemui terpisah, Senin kemarin. Menurut Gde Agung, Badung dipaksa mengakui bahwa perizinan yang diterbitkan merupakan izin untuk buron koruptor BLBI Joko Tjandra. “Saya mohon jangan terlalu dipaksakan bahwa seolah-olah kami mengeluarkan izin kepada buronan,” jelas Gde Agung.
“Izin itu dikeluarkan dan diterbitkan kepada PT Mulia Graha Tata Lestari yang Direkturnya Viady Sutojo, tidak ada nama buronan (Joko Tjandra). Sesungguhnya, seluruh perizinan yang berjalan sudah sesuai dengan aturan yang berlaku,” lanjut tokoh Puri Agung Mengwi, Badung ini.
Sementara, DPRD Badung berencana menggelar rapat khusus, Selasa (4/10) ini, untuk membahas proyek Hotel Mulia di Pantai Geger yang diduga milik buron koruptor BLBI Joko Tjandra. Menurut Wakil Ketua DPRD Badung Ketut Suiasa, rapat hari ini akan diikuti Ketua Komisi A dan Ketua Komisi B Dewan. Sejumlah Kepala SKPD lingkungan Pemkab Badung juga akan dilibatkan dalam rapat Dewan hari ini, seperti Kepala Bappeda Badung, Kepala Disparda Badung, Kepala Dinas Cipta Karya Badung, Kepala BLH Badung, Kepala Satpol PP Badung, Kabag Administrasi Perekonomian, Kabag Pembangunan, Kabag Hukum dan HAM, Asisten Administrasi Perekonomian, hingga Camat Kuta Selatan dan Lurah Benoa---yang mewilayahi Desa Adat Peminge.
Dikatakan Suinaya, pembahasan di Dewan hari ini sebagai klarifikasi permasalahan tentang proyek hotel mewah di Pantai Geger. Selain itu, juga sebagai upaya mengambil solusi dan tindaklanjut, hingga menjadi sikap resmi DPRD Badung terkait polemik proyek Hotel Mulia. “Tidak ada kata terlambat. Sementara ini, kita memandang sesuatu (proyek Hotel Mulia) sudah sesuai. Tapi kemudian ada pihak yang mengatakan tidak sesuai, sehingga kita ada reaksi,” tegas Wakil Ketua Dewan yang juga Ketua DPD II Golkar Badung ini.
“Kita klarifikasi, memposisikan masalah yang sebenarnya dulu, baru kemudian mencari apa yang terjadi. Setelah itu, barulah menghasilkan apakah klarifikasi atau bentuk lain. Kita lihat saja besok (hari ini),” lanjut Suiasa. Di sisi lain, salah satu tokoh masyarakat Nusa Dua (Kuta Selatan, Badung) yang juga anggota Komisi IV DPRD Bali, Wayan Rawan Atmaja, pilih hati-hati menyikapi kasus buronan internasional lolos membangun hotel di Pantai Geger ini. Menurut anggota Fraksi Golkar DPRD Bali ini, pihaknya tidak mau berbicara soal kasusnya.
Rawan Atmaja menyatakan berpikir positif saja. Sepanjang proyek itu untuk pembangunan dan kemajuan masyarakat, pihaknya welcome dengan investor. Apalagi, kalau pihak pengelola siap meberikan jatah 40 persen karyawan untuk tenaga kerja lokal.
“Soal siapa yang membangun hotel, apalagi buronan koruptor, itu sepenuhnya diserahkan kepada pihak berwenang. Kalau masalah buronan, silakan itu ditangani pihak yang berwenang, supaya diusut tuntas,” tandas Rawan Atmaja, Senin kemarin.
sumber : NusaBali
No comments:
Post a Comment